MinergyNews.Com, Bandung - Dari hasil investigasi yang dilakukan Mining
Contribution Development Watch (MCDW), seperti dikatakan Arif Hidayat,
Direktur Eksekutif MCDW, terprovokasinya warga Tongo yang mendatangi dan
menginap di Kantor DPRD Sumbawa (27-30 Maret 2002) diawali dengan adanya
perseteruan Kepala Dusun Tongo, Hasanuddin, dengan Kepala Desa Tonggo
Sejorong, Ibrahim. Warga Tongo yang lugu dan kebanyakan orang tua
tersebut diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu, ujar Ibrahim.
Mereka diiming-imingi uang 50 juta rupiah per orang. Uang tersebut
sebagai ganti rugi tanah Jalik mereka (areal hutan turun temurun).
Dikatakan Ibrahim, sebagaimana diinformasikan Arif, pihaknya mendengar
rencana demo tersebut setelah kedatangan Ny. Halimah beberapa waktu lalu.
Mereka akan menuntut hak atas tanah Ulayat, katanya. Tetapi lanjutnya,
ketika di DPRD Sumbawa, selain menuntut ganti rugi tanah jalik, mereka
juga menuntut agar Kades diganti, menuntut PemKab Sumbawa dan DPRD
Sumbawa agar mendesak pemerintah pusat meninjau kembali kontrak
karya dengan PT NNT. Bahasa demikian jelas-jelas karena adanya rekayasa
oleh aktor Intelektual, kata Ibrahim. Kenyataan ini dukung oleh bersikerasnya
Kepala Dusun Tongo agar segala macam bantuan langsung diberikan kemasyarakat
atau hanya lewat kepala Dusun. Menanggapi ketidakpercayaan
warga Tongo untuk memfasilitasi bantuan PT NNT, Ibrahim menilai sikap tersebut
sangat keliru. Sebab dirinya sebagai kepala desa hanya sekedar menjadi
saksi atas bantuan PT NNT. “Masalah uang dan sebagainya, bukan saya
yang terima. Posisi saya sebagai penanggung jawab bantuan yang datang
untuk selanjutnya koordinasikan kepada PT NNT dan Pemkab, jadi tidak ada
wewenang lebih seperti yang dituduhkan,” ujar Ibrahim. Namun ia menyangsikan
apakah penolakan oleh sebagian warganya itu disetujui oleh warga lainnya.
Sementara itu kades Desa SP 2 Tongo, Muhammad Yunus, mengatakan warganya
pernah didatangi oknum tertentu (Ny. Halimah), diajak untuk menuntut
tanah Jalik yang kini dipinjam pakai oleh PT.NNT. Sekitar tanggal
25 Maret lalu, warganya disabotase dan disuruh berjalan sejauh 7 Km ke
Tongo. Namun kedatangan warganya itu, sebelumnya tidak dikoordinasi
dengan dirinya. Bagi saya, kalau seandainya saja dikoordinasikan dengan
pemerintah setempat, kan kita bisa mencari solusinya", katanya.
Perseteruan yang ada inilah dengan jeli dimanfaatkan oleh Lembaga Olah
Hidup (LOH) untuk mengerahkan beberapa warga yang nota bene sudah uzur
ke Sumbawa Besar.
Sementara itu, ketua LSM Forkot Opet Bujik yang juga mendampingi warga
Tongo, mengatakan aspirasi warga Tongo harus dibuktikan. Jangan sampai
ditungangi pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
"Akan tetapi aspirasi ini harus ril mencerminkan perjuangan rakyat, jangan
sampai ditunggangi apalagi dipolitisir untuk merongrong kebijakan pemerintah
maupun dewan. Jelas mereka punya kepentingan", ungkap Opet. Dari pengamatan
MCDW, jelas Arif, beberapa organ yang terlibat dalam pendampingan warga
Tongo mulai berhati-hati dan menjaga jarak dengan LOH. Pasalnya, mereka
sudah melihat ketidakberesan yang terjadi disaat demo pada hari Sabtu,
30 Maret lalu. Beberapa kenyataan riil dalam masyarakat mulai terungkap
dari nurani masyarakat. Apa yang dikatakan oleh Ihklasuddin Jamal seorang
staff PT NNT, kami tidak takut dengan kebenaran, karena yang kami lakukan
adalah kebenaran, dan kebenaran tersebut akan dibuktikan oleh lingkungan
bukan oleh kami. "Dengarlah nurani masyarakat Tongo. Ternyata jauh
dari apa yang diperkirakan LOH”. (MNC-2)