Kekayaan alam dan Investasi
Arif Hidayat
“Kesulitannya bukan terletak pada pemikiran-pemikiran baru, tetapi bagaimana
caranya meninggalkan pemikiran-pemikiran lama, yang bercabang-cabang, karena
pemikiran-pemikiran lama tersebut telah merasuk ke dalam setiap sudut otak
kita” ( John Maynard Keynes)
Bukan rahasia lagi Indonesia nan luas terkenal dengan kekayaan
alamnya yang sangat melimpah, kaya secara harfiah namun miskin secara fakta,
sungguh tragedis ! kemeskinan ini timbul karena pemikiran terbatas yang
menguntungkan pihak terbatas yang pada kalimat sesungguhnya kekayaan alam
yang ada dimanfaatkan oleh segelintir orang. Perjalanan sejarah membawa
arah perubahan pola pikir bangsa ini untuk mengkaji kembali apa yang telah
dilakukan dimasa lampau.
Pembangunan ekonomi Indonesia yang didasarkan pada pembangunan pisik
melahirkan kemajuan lipstik yang setiap saat bisa terbuka boroknya. Lahirlah
sebuah kejutan besar bernama “Krisis Moneter” yang menjalar pada “Krisis
Ekonomi”. Pendekatan pembangunan yang memompa industrialisasi sebagai ujung
tombak orde baru ternyata mematahkan harapan Indonesia dapat berkompetesi
dalam persainganj global. Sedikit demi sedikit dunia Industri yang terkonsentrasi
dipulau Jawa gugur satu persatu, kuburan kehancuran sudah menunggu.
Fundamental yang cukup kuat untuk membangun Indonesia terletak pada
Sumber daya Alamnya, itu sebenarnya harus menjadi kearifan kita untuk
keluar dari krisis ekonomi ini. Sumber daya Alam ini meliputi Pertanian,
kehutanan, perikanan serta pertambangan. Industri yang seharusnya dibangun
lebih ditekankan pada upaya untuk memanfaatkan nilai ekonomi yang sudah
tertanam di Indonesia bukan malah mendatangkan bahan baku dari negara lain.
Seperti Halnya pertambangan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini
investasi pertambangan boleh di bilang stagnan dalam arti Investor tidak
melakukan investasi baru di Indonesia. Mereka hanya melanjutkan sisa-sisa
kontrak karya yang akan berakhir. Dilain pihak upaya pemerintah untuk mendatangkan
Investasi semakin menurun seiring dengan makin menipisnya kepercayaan Investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kepercayaan ini makin parah dengan
persepsi sepihak adanya penerapan Otonomi Daerah, sehingga tumpah tindih
kebijakan merupakan nilai minus bagi investasi baru disuatu daerah. Belum
lagi dengan kebebasan yang didengungkan membuat reformasi seolah-olah sudah
kebablasan.
Seperti halnya Investasi pertambangan yang sudah berlangsung di Sumbawa,
Investasi yang masuk bersamaan dengan bergulirnya reformasi ternyata memberikan
perubahan besar terhadap kebijakan perusahaan dalam memberdayakan masyarakat
lingkar Tambang. Akan sangat berbeda jika investasi tersebut sudah berjalan
dimasa orde baru berjaya. Dilain pihak Sumber kekayaan mineral Sumbawa
mulai terangkat kepermukaan untuk layak di manfaatkan yang bukan lagi berada
di wilayah Sumbawa Barat namun kini barada di wilayah Sumbawa Timur. Sebuah
anugerah jika kita bisa memanfaatkan secara optimal demi kepentingan masyarakat
Sumbawa dan NTB. Kecendrungan sebagian masyarakat menganggap Tambang di
Sumbawa ( NNT ) sebagai yang pertama dan terakhir merupakan wacana yang
perlu kita cermati secara arif dan bijaksana.
Ada sebagian Intelektual kita terjebak dalam kerancuan berpikir
yang disebut dengan fallancy of Dramatic Instance. Yaitu penggunaan satu
atau dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum.
Jadi fallacy of Dramatic Instance berawal dari kecendrungan orang untuk
melakukan apa yang dikenal dengan over – generalisation. Kerancuan berfikir
semacam ini banyak terjadi dalam berbagai telaah sosial. Yang pada akhirnya
menimbulkan sikap pro dan kontra yang tidak berpijak pada memberi solusi
atas permasalahan yang ada.
Keberadaan Mineral ditanah Sumbawa merupakan aset yang harus dipertimbangkan
sebagai modal pembangunan yang berkaitan. Seperti halnya potensi tambang
yang berada di Sumbawa Timur setidaknya akan membuka harapan baru akan
pertumbuhan ekonomi positif bagi daerah tersebut. Kita tidak bisa menyalahkan
jika sebagian orang berpijak pada upaya pembagunan yang melihat potensi
lahan tidur di Sumbawa yang begitu luas. Namun potensi tersebut sama sekali
tidak akan berarti jika Investor tidak akan melirik sebagai bisnis pengembangan.
Hal yang positif akan lahir jika potensi Tambang Sumbawa Timur digali akan
melahirkan simbiosis positif terhadap pengembangan lahan tidur. Kenyataan
ini didukung oleh akan menggeliatnya potensi masyarakat lingkar tambang
yang sudah tentu akan menumbuhkan modal yang selama ini sulit di dapatkan.
Pengembangan lahan tidur erat sekali kaitannya dengan kondisi kondusif
yang tercipta dilingkungan Investor yang saat ini sedang dan akan berada
di Sumbawa. andaikata dengan sengaja kita menciptakan kondisi anti Investor
niscaya upaya pengembangan lahan tidur hanya sebatas wacana belaka. Tolak
ukurnya sudah tentu akan terletak pada lingkungan yang tercipta seperti
halnya dilingkungan NNT di Benete atau Pariwisata pulau Moyo di wilayah
Sumbawa Timur. Arus investasi pertambangan di Sumbawa yang bukan didasarkan
pada upaya proakatif penentu kebijakan Sumbawa setidaknya mengurangi beban
penentu kebijakan setempat untuk menarik Investor ke Sumbawa. ini patut
di Syukuri Pemda daerah lain justru berupaya kuat agar investor pertambangan
segera masuk kedaerah mereka.
Kecendrungan sebagian intelektual kita melihat investasi pertambangan
sebagai penghisapan kekayaan masyarakat setempat disebabkan oleh sidrom
masa lalu dari beberapa daerah di Indonesia. Intektual yang arif akan mengambil
sikap bukan membuat dan mencari masalah terhadap persoalan yang ada namun
akan lebih mencari solusi akan masalah yang ada. Kebijakan masa lalu merupakan
point yang melemahkan bagi masyarakat lingkar tambang, setidaknya masa
lalu bisa dijadikan pijakan untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi daerah.
Keseimbangan pembangunan Sumbawa setidaknya akan menghiasi tahun-tahun
kedepan andaikata konsentrasi pertambangan bukan hanya berada di wilayah
Sumbawa Barat. kenyataan ini membawa sikap sombong bagi sumbawa Barat bahwa
nadi perekonomian Sumbawa berada di Sumbawa. Menggemanya potensi Tambang
yang ada di Sumbawa Timur setidaknya menepis anggapan bahwa Sumbawa baratlah
urat nadi perekonomian kabupaten Sumbawa. apa yang ada di Sumbawa Timur
laksana Raksasa yang belum terbangun dari tidurnya. Lahan yang cukup luas
dan potensi tambangnya akan menjadi kekuatan yang kuat untuk menjadikan
Sumbawa sebagai sebuah kekuatan ekonomi yang menyeluruh.
Menjadikan Investasi pertambangan sebagai nilai positif haruslah didahului
oleh sebuah keinginan untuk memberikan kontribusi terbesar bagi masyarakat.
Hasil pertambangan itu seharusnya dinikmati oleh masyarakat bukan oleh
oknum –oknum pemerintahan yang selama ini merasakan hasil tambang tersebut
sebagai upeti akan kekuasaanya. Yang harus kita koreksi adalah kemana uang
hasil tambang itu di manfaatkan, ternyata banyak dari kita yang sengaja
menutup mata untuk itu.
Kecendrungan kita untuk menolak investasi pertambangan yang baru disebabkan
persefektif orang luar. Investor yang berasal dari luar komunitas setempat
apalagi multinasional company akan melahirkan sikap resistensi yang besar.
Kenyataan ini merupakan euforio dari reformasi yang kebablasan. Kecendrungan
melihat diri dalam sistem berdasarkan kekeluargaan tradisional ( Kinship
) semakin menguat sebagai pembelaan terhadap komunitas lokal maupun
nasional. Disini kaca mata asal usul menjadi dominan dibandingkan dengan
profesionalisme yang seharusnya dilakukan. Seperti halnya kejadian pertambangan
rakyat didaerah Kalimantan, daya resistensi akan melemah jika pertambangan
Batu bara dikelolah oleh pengusaha nasional maupun lokal, tapi sebaliknya
daya resisitensi akan meninggi jika investor luar negeri yang mengelolah
tambang tersebut. Padahal nilai kerusakan yang ditimbul oleh investor lokal
jauh lebih parah di Bandingkan dengan investor multinasional. Disinilah
objectivitas acapkali dihempaskan dikala kita melihat siapa yang menjadi
Investornya.
MCDW dan Wacana Pertambangan
Apa yang menjadi polemik terhadap keberadaan Mining Contribution Development
Watch ( MCDW ) merupakan kenyataan yang harus diterima sebagai komunitas
Demokrasi. Ada yang melihat MCDW merupakan NGO yang sengaja mengamankan
posisi saham PT. NNT. Pandangan ini memberikan penghargaan yang sangat
tinggi terhadap keberadaan MCDW. Kita mengetahui Newmont dengan posisi
sebagai perusahaan Public menjual sahamnya dibursa luar negeri. Akan sangat
profesional dan mengglobal jika MCDW bisa mengintervensi keberadaan dan
mengamankan Saham Newmont di Bursa Efek yang berada di Luar Negeri. Bagi
MCDW pandangan ini sama sekali tidak terlintas meskipun dengan imajinasi
yang liar. Apa yang dilakukan oleh MCDW merupakan upaya untuk menampilkan
objectivitas yang ada dilapangan. Bukan hanya dilingkungan NTB yang kebetulan
PT. NNT berada tapi juga dibeberapa daerah lain di Indonesia yang daerahnya
mempunyai Investasi pertambangan. MCDW di NTB yang dikomandoi oleh Sdr.
Yudi merupakan jaringan resmi yang berhak melihat objectivitas dan diangkat
sebagai wacana kepermukaan. Ada kekuatiran bagi MCDW kebablasan reformasi
yang ada selama ini justru akan memenjarakan pola pikir pada negatif Thingking.
Semua yang berbau asing pasti akan menghisap potensi setempat. Kenyataan
ini akan diperparah jika pola pikir yang selama ini ada terus dipertahankan
tanpa upaya mencari solusi yang terbaik. Perubahan merupakan tantangan
jika kita diam sudah tentu akan tergilas. Indonesia membutuhkan Investor
untuk bangkit dari keterpurukan ini, namun strategi kitalah yang bisa menjadikan
investor itu bermanfaat atau tidak bagi daerah.
Tidak ada yang diuntungkan jika selamanya berpikir negatif, kemajuan
akan dialami jika otak kita berada dalam pikiran positif. Tinggal apa yang
menjadi pilihan: staganan, mundur atau malah mau menerima perubahan bahkan
menciptakan perubahan tersebut. Itulah bedanya manusia dengan mahluk lainnya.
Bandung, 16 September 2002
Direktur Executive Mining Contribution Development Watch
Hhtp://miningwatch.tripod.com http://egroups.com/group/miningwatch
mobile : 08122007378
|